Kamis, 18 Agustus 2016

Tiga Permintaan Nabi Pada Rabbnya




Sunan an-Nasa’i hadis nomor 1620 dan Musnad Ahmad hadis nomor 20145
“Aku meminta kepada Rabbku tiga perkara, Dia memberiku dua perkara dan yang satu Dia menolaknya. Aku meminta kepada Rabbku Azza wa Jalla agar tidak membinasakan kita dengan bencana yang telah menyebabkan binasanya umat-umat sebelum kita, dan Dia memberikannya kepadaku. Aku juga meminta kepada Rabbku Azza wa Jalla agar tidak menjadikan musuh menguasai (menang) atas kita, dan Dia juga memberikannya. Aku juga meminta agar Dia tidak mencerai beraikan kita sehingga terpisah-pisah menjadi beberapa kelompok (yang saling bertentangan), tetapi Dia tidak memberikannya.”
Sunan Ibnu Majah Hadis nomor 3941
“Aku memohon kepada-Nya agar mereka tidak dibinasakan musuh dan Dia mengabulkannya. Kemudian aku meminta agar Allah tidak mencelakakan mereka dengan ditenggelamkan dan Dia juga mengabulkan permintaanku. Dan aku juga memohon kepada-Nya supaya tidak menjadikan mereka saling bermusuhan sesama mereka, namun Allah mengembalikannya kepadaku (menolaknya).”
Shahih Muslim Hadis nomor 5145
“Aku meminta tiga hal pada Rabbku, Ia mengabulkan dua (hal) dan menolak satu (hal). Aku meminta Rabbku agar tidak membinasakan umatku dengan kekeringan, Ia mengabulkannya untukku, aku memintaNya agar tidak membinasakan umatku dengan banjir, Ia mengabulkannya untukku dan aku memintaNya agar tidak membuat penyerangan di antara sesama mereka, lalu Ia menolaknya.
Kawan…!!! apapun redaksinya, maka terlihat bahwa dua hal yang Allah kabulkan dari permintaan Nabi yaitu agar umat Islam selamat dari bencana (paceklik ataupun banjir) dan serangan musuh, sementara hal ketiga yang tidak Allah kabulkan yaitu perselisihan internal umat. Perselisihan internal ini di antaranya perbedaan pendapat soal tafsir (Al-quran dan Hadis) dan Mazhab, dan yang lebih parah serta menjadi faktor paling mendasar yang membuat kita tercerai berai (bertentanagn) hingga membawa kehancuran umat ialah perselisihan dalam memperebutkan kekuasaan dan uang.
Sejarah telah menggoreskan tinta emas hingga hitamnya, sepeninggalan Rasulullah SAW bahkan sebelum dikuburkan, genderang perebutan kekuasaan (pemimpin) sudah mulai ditabuhkan. Silih berganti tampuk kekuasaan oleh generasi demi generasi dari satu dinasti ke dinasti lainnya saling patah tumbuh, tak jarang kita menemukan adakalanya pergantian itu bermotifkan hasrat membabi buta pada tahta ataupun harta. Tidak saja sesama umat islam, akan tetapi racun tahta dan harta ini juga mencerai beraikan aliran darah persaudaraan kandung.
Maka terpujilah mereka yang menghindari konflik kekuasaan dan memilih hidup bahagia dalam kesederhanaan. Yaitu mereka yang mengakui pemimpin yang sah, tanpa harus menyebarkan fitnah, menabur garam permusuhan, sekalipun mereka oposisi pun oposisi yang dewasa bukan oposisi kekanak-kanakan. Percayalah, untuk mereka yang sudah nikmat dengan ikan asin gak akan mau rebutan kekuasaan demi ikan garam.
Wkwkwwkwk…………..